Assalamualaikum wbkt..
Tadi mama mengikuti siaran Tanya Ustazah yang dikendalikan oleh seorang penceramah hebat bernama Ustazah Norhafizah Musa..Rancangan ni disiarkan pada setiap hari jumaat pada pukul 12 tengahari selama sejam.
Tajuknya berkenaan berbakti kepada ibu bapa dan menjadi anak yang soleh. Banyak betul cerita teladan diceritakan oleh Ustazah Norhafizah..sungguh meruntun jiwa..kalau tak bersih jiwa mendengar ceritanya tak tahu nak kata apa lagi..
Baru hari ini mama tahu berkenaan Uwais Al Qarni. Siapa Uwais Al Qarni..?. Pemuda ini dikatakan sangat mencintai kekasih Allah swt, Nabi Muhammad saw. Dia juga seorang yang sangat taat dengan ibunya yang telah tua, buta dan tidak berdaya. Berasal dari Yaman dan mencari rezeki dengan mengambil upah mengembala kambing dan unta.
Disebabkan kecintaannya kepada Rasulullah saw dan bakti kepada ibunya, namanya telah terkenal di syurga sebelum kematiannya...mari mengenali insan bernama Uwais Al Qarni ini..
Kisah Penuh Uwais Al Qarni
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, berpenampilan cukup tampan,kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendang, tiada orang yang menghiraukannya, tidak dikenali oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia terus dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan kerananya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenali ramai orang dan juga miskin, ramai orang suka mentertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang meminta minta, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, kerana ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, kerana hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata :
“Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya keluarga kecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar menampung hidup sehariannya bersama ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala kambing dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Ramai tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan kekasih Allah itu , tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah Baginda dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat memerlukan perhatian dan jagaannya dan tidak sampai hati meninggalkan ibunya sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Si ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira dia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Berangkatlah Uwais menuju ke Madinah yang jauhnya lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya di lalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, bilakah Baginda pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Kerana ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon undur diri kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya mengirim salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan sedih.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahawa hamba Allah yang mencari itu ialah Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya terpegun.
Lalu Rasulullah saw menceritakan kembali akan peristiwa Israk Mikraj, ketika di syurga dia telah mendengar satu suara dan bertanyakan kepada Malaikat suara siapakah itu.."Itulah suara orang yang berbakti kepada kepada ibubapanya dan dia masih lagi hidup di bumi"
Menurut sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan uzur sehingga dia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahawa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawapan itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahawa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan wang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin taufan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di sudut kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihentam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membahagi-bahagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba ramai orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat menghairankan. Sedemikian ramainya orang yang tak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Versi 2 Kisah Uwais al-Qarni
Nabi berpesan kepada Umar dan Ali :
“ Akan lahir di kalangan Tabiin seorang insan yang doanya sangat makbul. Namanya Uwais al-Qarni dan dia akan lahir di zaman kamu. ”
Kita telah mengenali siapa dia Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali iaitu orang-orang yang telah disenaraikan sebagai “ al-Mubasyirun bil Jannah ” iaitu mereka sudah dijamin masuk syurga. Nabi seterusnya berkata kepada Umar dan Ali :
“ Di zaman kamu nanti akan lahir seorang insan yang doanya sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdoa untuk kamu berdua.”
Umar dan Ali bertanya kepada Nabi s.a.w. soalan yang sama iaitu :
“ Apakah yang patut saya minta daripada Uwais al-Qarni, Ya Rasulullah? “
Nabi menjawab :
“ Kamu minta kepadanya supaya dia berdoa kepada Allah agar Allah ampunkan dosa-dosa kalian.”
Banyak peristiwa sahabat yang berjumpa dengan Nabi s.a.w. , minta sesuatu yang baik kepada mereka, Nabi s.a.w. menjawab :
“ Pohonlah al-Maghfirah daripada Allah swt. ”
Maka topik al-Maghfirah (keampunan) ini menjadi topik yang begitu dicari, yang begitu relevan, hatta kepada orang yang telah disenaraikan sebagai ahli syurga. Kalau secara logiknya, ahli syurga seolah tidak perlu kepada pengampunan dosa daripada Allah s.w.t. kerana mereka sudah dijamin masuk syurga, namun tidak, Nabi s.a.w. masih menekankan supaya meminta Allah untuk mengampunkan dosa.
Memang benarlah firasat seorang Nabi, Uwais al-Qarni telah muncul di zaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Mereka memang menunggu dan mencari kabilah-kabilah yang datang dari arah Yaman ke Madinah, akhirnya bertemu mereka dengan Uwais al-Qarni. Dengan pandangan mata kasar, tidak mungkin dia orang yang Nabi s.a.w. maksudkan. Kerana orang itu pada pandangan insan-insan biasa atau orang-orang yang datang bersama dengannya bersama kabilah menganggapkan dia seorang yang kurang berakal.
Siapakah Uwais Al-Qarni?
Asalnya berpenyakit sopak, badannya putih, putih penyakit yang tidak digemari. Walaupun dia seorang berpenyakit sopak tetapi dia seorang yang soleh, terlalu mengambil berat tentang ibunya yang uzur dan lumpuh. Dia telah begitu tekun untuk mendapatkan keredhaan ibunya. Bapa dia meninggal dunia ketika dia masih kecil lagi. Dia sopak sejak dilahirkan dan ibunya menjaga dia sampai dia dewasa.
Suatu hari ibunya memberitahu kepada Uwais bahawa dia ingin sangat untuk pergi mengerjakan haji. Dia menyuruh Uwais supaya mengikhtiarkan dan mengusahakan agar dia dapat dibawa ke Mekah untuk menunaikan haji. Sebagai seorang yang miskin, Uwais tidak berdaya untuk mencari perbelanjaan untuk ibunya kerana pada zaman itu kebanyakan orang untuk pergi haji dari Yaman ke Mekah mereka menyediakan beberapa ekor unta yang dipasang di atasnya “ Haudat ”. Haudat ini seperti rumah kecil yang diletakkan di atas unta untuk melindungi panas matahari dan hujan, selesa dan perbelanjaannya mahal. Uwais tidak mampu untuk menyediakan yang demikian, unta pun dia tidak ada, nak sewa pun tidak mampu.
Ibu Uwais semakin uzur hari demi hari dan berkata kepada anaknya pada suatu hari :
“ Anakku, mungkin ibu dah tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkanlah agar ibu dapat mengerjakan haji. ”
Uwais mendapat suatu ilham. Dia membeli seekor anak lembu yang baru lahir dan sudah habis menyusu. Dia membuat sebuah rumah kecil (pondok) di atas sebuah “Tilal” iaitu sebuah tanah tinggi (rumah untuk lembu itu di atas bukit). Apa yang dia lakukan, pada petang hari dia dukung anak lembu untuk naik ke atas “Tilal”. Pagi esoknya dia dukung lembu itu turun dari “Tilal” untuk diberi makan. Itulah yang dilakukannya setiap hari. Ada ketikanya dia mendukung lembu itu mengelilingi bukit tempat dia beri lembu itu makan. Perbuatan yang dilakukannya ini menyebabkan orang kata dirinya gila.
Memang pelik, membuatkan rumah untuk lembu di atas bukit, kemudian setiap hari mengusung lembu, petang bawa naik, pagi bawa turun bukit. Namun sebenarnya jika dilihat di sebaliknya, Uwais seorang yang bijak. Lembu yang asalnya hanya 20kg, selepas enam bulan lembu itu sudah menjadi 100kg. Otot-otot tangan dan badan Uwais pula menjadi kuat hinggakan dengan mudah mengangkat lembu seberat 100kg turun dan naik bukit setiap hari.
Selepas lapan bulan, telah sampai musim haji, rupa-rupanya perbuatannya itu adalah satu persediaan untuk dia membawa ibunya mengerjakan haji. Dia telah memangku ibunya dari Yaman sampai ke Mekkah dengan kedua tangannya. Di belakangnya dia meletakkan barang-barang keperluan seperti air, roti dan sebagainya. Lembu yang beratnya 100kg boleh didukung dan dipangku inikan pula ibunya yang berat sekitar 50kg. Dia membawa (mendukung dan memangku) ibunya dengan kedua tangannya dari Yaman ke Mekah, mengerjakan Tawaf, Saie dan di Padang Arafah dengan senang sahaja. Dan dia juga memangku ibunya dengan kedua tangannya pulang semula ke Yaman dari Mekah.
Setelah pulang semula ke Yaman, ibunya bertanya :
“ Uwais, apa yang kamu doa sepanjang kamu berada di Mekah? ”
Uwais menjawab :
“ Saya berdoa minta supaya Allah mengampunkan semua dosa-dosa ibu”.
Ibunya bertanya lagi :
“ Bagaimana pula dengan dosa kamu? ”
Uwais menjawab :
“ Dengan terampun dosa ibu, ibu akan masuk syurga, cukuplah ibu redha dengan saya maka saya juga masuk syurga. “
Ibunya berkata lagi :
“Ibu nak supaya engkau berdoa agar Allah hilangkan sakit putih (sopak) kamu ini. “
Uwais berkata :
“ Saya keberatan untuk berdoa kerana ini Allah yang jadikan. Kalau tidak redha dengan kejadian Allah, macam saya tidak bersyukur dengan Allah Ta’ala. “
Ibunya menambah :
“ Kalau nak masuk syurga, kena taat kepada perintah ibu, ibu perintahkan engkau berdoa. ”
Akhirnya Uwais tidak ada pilihan melainkan mengangkat tangan dan berdoa. Uwais berdoa seperti yang ibunya minta supaya Allah sembuhkan putih yang luar biasa (sopak) yang dihidapinya itu. Namun kerana dia takut masih ada dosa pada dirinya dia berdoa :
“ Tolonglah Ya Allah! Kerana ibuku, aku berdoa hilangkan yang putih pada badanku ini melainkan tinggalkan sedikit. ”
Allah s.w.t. menyembuhkan serta merta, hilang putih sopak di seluruh badannya kecuali tinggal satu tompok sebesar duit syiling di tengkuknya. Tanda tompok putih kekal pada Uwais kerana permintaannya, kerana ini (sopak) adalah anugerah, maka inilah tanda pengenalan yang disebut Nabi s.a.w. kepada Umar dan Ali.
” Tandanya kamu nampak di belakangnya ada satu bulatan putih, bulatan sopak. Kalau berjumpa dengan tanda itu dialah Uwais al-Qarni. “
Tidak lama kemudian, ibunya telah meninggal dunia. Dia telah menunaikan kesemua permintaan ibunya. Selepas itu dia telah menjadi orang yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah. Sayyidina Umar dan Sayidina Ali dapat berjumpa dengan Uwais dan seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. , mereka meminta supaya Uwais berdoa agar Allah swt. mengampunkan semua dosa-dosa mereka. Ketika Uwais al-Qarni berjumpa Umar dan Ali, dia berkata :
“ Aku ini datang dari Yaman ke Madinah kerana aku ingin menunaikan wasiat Nabi kepada kamu iaitu supaya kamu berdua berjumpa dengan aku. “
Maka Uwais pun telah mendoakan untuk mereka berdua.
Dipetik dari:
www.iluvislam.com
Mama baru update Versi 2 Uwais al-Qarni ini..ada sedikit perbezaan antara kisah pertama..yang mana satu yang paling tepat agaknya yer..? (19 june 2012)
No comments:
Post a Comment